Renungan : Tuhan, Dengarlah Harapanku

Bacaan : 1 Yohanes 4:11, 19

Selembar koran tercecer di depan rumahku. Di salah satu halaman koran tersebut tertera tulisan yang cukup besar, Selamat Natal, Semoga Harapanmu Menjadi Kenyataan. Setelah kuperhatikan, ternyata halaman itu memang khusus disediakan bagi mereka yang hendak menuliskan harapannya di sana. Tulisan-tulisan
tersebut tentunya tidak hanya sekadar tulisan, melainkan juga sekaligus merupakan doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Banyak harapan yang dituliskan, tapi di antara semua tulisan, ada satu tulisan yang paling menarik hatiku. Tulisan itu berasal dari seorang remaja yang menuliskan demikian, Tuhan, aku sering mendengar tentang Engkau, namun aku tidak pernah melihatMu, apalagi mengenalMu. Aku mendengar orang-orang mengatakan bahwa malam ini Engkau datang dan menjelma menjadi manusia sehingga Engkau bisa merasakan apa yang dirasakan oleh manusia. Mereka juga berkata bahwa kedatanganMu akan membawa sukacita dan Engkau akan mendengar setiap permohonan. Tuhan, jika itu benar, dengarkanlah harapan dan permohonanku. Aku ingin memiliki ayah. Aku sudah lama mengharapkan ini, tapi aku belum mendapatkannya. Di rumah aku hidup bersama ibu dan seorang laki-laki yang seharusnya bisa kupanggil ayah. Tetapi aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah darinya. Yang ada hanyalah tatapan kebencian setiap kali ia melihatku, dan ia hampir tidak pernah menyapaku. Ia memang membiayai hidup ibu dan aku, tetapi aku harus membayar semua itu dengan cercaan, aniaya, dan air mata. Aku tahu ia tidak menginginkanku, karena aku anak tiri. Tuhan, lihatlah hatiku betapa aku sangat mendambakan kasih sayang seorang ayah. Aku membutuhkan ayah yang mengasihiku dengan tulus. Aku dapat merasakan penderitaan batin yang dirasakan oleh si penulis harapan tersebut, karena aku pun mempunyai ayah tiri. Walaupun banyak ayah tiri yang berhati mulia dan mengasihi anak tirinya seperti anak kandung, namun pengalamanku sama dengan si penulis harapan di atas. Aku tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah, tapi aku terus menjalani hidupku. Hingga akhirnya ayah tiriku menjadi tua dan tak berdaya. Dulu aku berjuang dan berharap untuk mendapatkan kasih sayangnya, walau aku tidak mendapatkannya. Di masa tuanya aku berjuang untuk bisa mengasihinya. Aku tidak benci ataupun dendam padanya. Semua ini bisa kulakukan karena aku sudah terlebih dahulu mengenal kasih Bapa sorgawi yang dinyatakan melalui kedatangan anakNya Yesus Kristus. Bagi kita yang saat ini begitu mendambakan kasih sayang seorang bapa, ingatlah bahwa kita mempunyai Bapa di Sorga yang mengasihi kita tanpa syarat. Ia telah menyatakan kasihNya dengan mengutus Sang Putra Yesus Kristus agar kita bisa datang kepada Bapa. Kini giliran kita untuk mengasihi dan memberikan pengampunan kepada sesama.

source : mannasorgawi.net