Aku Jatuh Cinta


            “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak
            perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih
            bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

            Seorang Ibu berkisah tentang dirinya. “Saat ini adalah saat yang
            paling berat dalam hidupku secara ekonomis. Dahulu ketika masih
            muda, keluargaku memiliki sebuah perusahaan. Aku dilatih untuk
            bertindak penuh prinsipiil terhadap para karyawanku. Kami tak pernah
            merasa cemas atau berpikir banyak tentang uang. Hidup seakan tanpa
            kekuatiran.” Sang ibu berhenti sejenak meneguk kopi yang ada di
            depannya. Ia memandang sekitar, kursi yang mengisi coffee shop ini
            diduduki oleh kebanyakan kaum remaja.

            Sang ibu nampak menerawang sejenak mengenangkan kehidupannya di masa
            lampau. “Dahulu tatkala kebosanan meliputi diriku, aku pasti berada
            di coffee shop seperti ini hampir sepanjang hari menikmati kopi
            sambil membaca buku dan mendengarkan alunan lagu-lagu merdu yang
            disuguhkan. Namun kini semuanya tinggal kenangan. Sejak perusahaan
            kami ambruk hidup ternyata tak seindah yang pernah kami alami.”

            “Suatu senja ketika pulang ke rumah aku mendapati rumahku seakan
            hitam dan kelam. Pada hal ini tetap rumah yang sama beberapa tahun
            silam ketika keindahan dan kebahagiaan mewarnai rumah ini. Dalam
            situasi tertekan seperti ini aku berdoa sambil mencucurkan air mata
            memohon agar Yesus membuka jalan bagiku. Aku tak memohon agar aku
            dibebaskan dari penderitaan ini, tetapi agar aku menemukan kekuatan
            menerima situasiku.”

            “Hari berikut aku menemukan keheningan yang amat mendalam setelah
            menyerahkan situasi hidupku ke dalam tanganNya. Aku lalu membeli
            sebuah organ kecil dan setiap hari walaupun organ yang dipermainkan
            jari-jemariku tak seberapa nyaring dan indah, namun aku dengan penuh
            kegembiraan menyanyikan laguku sendiri. Tetanggaku bertanya, apakah
            aku kini sedang jatuh cinta? Mereka bertanya apakah orang tersebut
            adalah perjaka yang kaya dengan masa depan yang pasti. Aku menjawab
            bahwa aku kini sungguh jatuh cinta. Dan Ia yang aku cintai tak hanya
            merupakan seorang yang kaya, tetapi bahwa Ia memiliki seluruh alam
            raya. Ialah Tuhanku, Ialah Yesusku.”

            Sang ibu lalu diam meneguk kopi yang kini mungkin telah berubah
            dingin. Dari pancaran wajahnya dapat diketahui bahwa sang ibu
            tersebut telah menemukan apa yang terbaik dalam hidupnya. Setelah
            mendengarkan kisahnya, aku teringat doa St. Agustinus; “Bagai rusa
            merindukan air sungai, demikian jiwaku rindu akan Dikau ya Tuhan.”
            Setiap kita di lubuk hati terdalam merindukan Dia sang empunya alam
            raya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar