
Ketika
menggelar perayaan ulang tahun perkawinan yang ke -50 atau yang biasa disebut
dengan perkawinan emas, Kaisar Akihito berkata, “Selama perkawinan kami, permaisuri mengerti pentingnya posisi dan
tugasku. Dia selalu berdiri disampingku dan mencurahkan perhatiannya untuk
keluarga”. Perkataan itu menunjukkan
kepuasannya dan tentu saja dia sangat bahagia. Sementara itu, Michiko, sang
permaisuri berkata, “Ini seperti mimpi,
kami bisa merayakan hari perkawinan emas tepat disebelah kerajaan hari ini”. Perkataan
ini pun menunjukkan kebahagiaannya.
Bukan
hanya Kaisar Akihito dan Miciko yang berbahagia karena bisa hidup bersama
sebagai pasangan suami istri dalam waktu yang cukup lama, tetapi juga
pasangan-pasangan lain. Mungkin, itu juga yang diharapka Hana. Namun, yang
terjadi Hana hanya bisa menikmati hidup bersama suaminya selama tujuh tahun
saja. Alkitab tidak menjelaskan bagaimana keadaan Hana selama tujuh tahun
bersama suaminya itu. Tetapi, kalau boleh memilih, tentu Hana akan memilih
supaya dia bisa hidup bersama suaminya dalam kurun waktu yang lebih lama.
Sebab, status janda dalam tradisi Israel merupakan symbol kelemahan orang yang
tidak mempunyai kekuatan di masyarakat. Sangat mungkin ada sesuatu yang hilang
dari dirinya ketika dia kehilangan suaminya, salah satunya yang pasti adalah
ukacita atau kebahagiaan. Maka, tidak mengherankan kalau seorang yang bernama
Naomi member nasihat kepada Rut supaya mencari suami yang dapat menjadi tempat
perlindungan dan membuatnya bahagia (Rut 3:1). Menariknya dalam kisah Hana, ia
sabar dan bertahan dalam kondisi tidak bersuami. Di waktu-waktu selanjutnya di
dalam kehidupannya terlihat bahwa Hana bisa menikmati keadaan itu. Sepertinya
Hana sudah mendapatkan ganti kebahagiaan bersama suaminya dengan kebahagiaan
berada di hadirat Tuhan. Firman Tuhan memang menjanjikan hali itu, ”Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan
yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataranMu! Kiranya kami menjadi
kenyang dengan segala yang baik dirumahMu, di baitMu yang kudus.” (Mazmur
65:5). Kebahagiaan dan kepuasan hidup bersama Tuhan jauh melebihi kebahagiaan
dan kepuasan hidup bersama pasangan kita.
Berpikir
untuk menikah adalah baik. Berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan
hidup dalam hidup bersama pasangan pun bukan hal yang salah. Sebab, siapa yang
tidak mengharapkan kebahagiaan dan kepuasan hidup setelah menikah? Untuk itu,
nikmatilah hidup bersama pasangan kita. Namun, seandainya pasangan kita diambil
dari diri kita, bukan berarti kebahagiaan dan kepuasan hidup iu hilang sama
sekali dari diri kita bukan berarti seorang janda atau duda tidak bisa
menikmati kebahagiaan dan kepuasan hidup. Tuhan, Dialah sumber kebahagiaan dan
kepuasan hidup kita. Untuk itu marilah kita menjalin hubungan yang akrab
denganNya, khususnya kita yang hidup tanpa pasangan.
Sumber
: Mansor