Hanya Tujuh Tahun

 

  Bacaan : Lukas 2:36a ; Mazmur 65:5
Ketika menggelar perayaan ulang tahun perkawinan yang ke -50 atau yang biasa disebut dengan perkawinan emas, Kaisar Akihito berkata, “Selama perkawinan kami, permaisuri mengerti pentingnya posisi dan tugasku. Dia selalu berdiri disampingku dan mencurahkan perhatiannya untuk keluarga”.  Perkataan itu menunjukkan kepuasannya dan tentu saja dia sangat bahagia. Sementara itu, Michiko, sang permaisuri berkata, “Ini seperti mimpi, kami bisa merayakan hari perkawinan emas tepat disebelah kerajaan hari ini”. Perkataan ini pun menunjukkan kebahagiaannya.
Bukan hanya Kaisar Akihito dan Miciko yang berbahagia karena bisa hidup bersama sebagai pasangan suami istri dalam waktu yang cukup lama, tetapi juga pasangan-pasangan lain. Mungkin, itu juga yang diharapka Hana. Namun, yang terjadi Hana hanya bisa menikmati hidup bersama suaminya selama tujuh tahun saja. Alkitab tidak menjelaskan bagaimana keadaan Hana selama tujuh tahun bersama suaminya itu. Tetapi, kalau boleh memilih, tentu Hana akan memilih supaya dia bisa hidup bersama suaminya dalam kurun waktu yang lebih lama. Sebab, status janda dalam tradisi Israel merupakan symbol kelemahan orang yang tidak mempunyai kekuatan di masyarakat. Sangat mungkin ada sesuatu yang hilang dari dirinya ketika dia kehilangan suaminya, salah satunya yang pasti adalah ukacita atau kebahagiaan. Maka, tidak mengherankan kalau seorang yang bernama Naomi member nasihat kepada Rut supaya mencari suami yang dapat menjadi tempat perlindungan dan membuatnya bahagia (Rut 3:1). Menariknya dalam kisah Hana, ia sabar dan bertahan dalam kondisi tidak bersuami. Di waktu-waktu selanjutnya di dalam kehidupannya terlihat bahwa Hana bisa menikmati keadaan itu. Sepertinya Hana sudah mendapatkan ganti kebahagiaan bersama suaminya dengan kebahagiaan berada di hadirat Tuhan. Firman Tuhan memang menjanjikan hali itu, ”Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataranMu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik dirumahMu, di baitMu yang kudus.” (Mazmur 65:5). Kebahagiaan dan kepuasan hidup bersama Tuhan jauh melebihi kebahagiaan dan kepuasan hidup bersama pasangan kita.
Berpikir untuk menikah adalah baik. Berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan hidup dalam hidup bersama pasangan pun bukan hal yang salah. Sebab, siapa yang tidak mengharapkan kebahagiaan dan kepuasan hidup setelah menikah? Untuk itu, nikmatilah hidup bersama pasangan kita. Namun, seandainya pasangan kita diambil dari diri kita, bukan berarti kebahagiaan dan kepuasan hidup iu hilang sama sekali dari diri kita bukan berarti seorang janda atau duda tidak bisa menikmati kebahagiaan dan kepuasan hidup. Tuhan, Dialah sumber kebahagiaan dan kepuasan hidup kita. Untuk itu marilah kita menjalin hubungan yang akrab denganNya, khususnya kita yang hidup tanpa pasangan.
Sumber : Mansor