Bacaan : Lukas 1:5 ,
1 Timotius 3:8-13
Bagi orang Israel, para imam yang
disebut kohanim (jamak) atau kohen/cohen (tunggal), menyandang jabatan yang
sifatnya turun-temurun melalui garis keturunan ayah. Keluarga-keluarga kohen ini
berasal dari
suku Lewi, dan secara lebih khusus lagi adalah keturunan Imam
Besar Harun. Pada masa Bait Suci pertama yang didirikan Salomo, kohen
bertanggung jawab atas persembahan sehari-hari dan korban khusus pada hari-hari
raya Yahudi. Namun, sejak masa Bait Suci kedua yang direnovasi oleh Herodes
Agung, para rabilah yang menjadi tokoh penting dikalangan pemimpin rohani
Yahudi. Sekarang peranan kohen masih ada meskipun jauh berkurang pemimpin
rohani Yahudi. Sekarang peranan kohen masih ada meskipun jauh berkurang
pentingnya dibandingkan dengan masa Alkitab. Kohen hanya memberkati jemaat pada
hari Sabat, hari raya-hari raya Yahudi, dan setiap hari pada ibadah doa pagi.
Hukum Musa menuntut seorang kohen
hanya menikahi seorang wanita yang bereputasi baik. Zakharia yang adalah
seorang Kohen memilih Elisabet, putrid seorang imam menjadi pendamping
hidupnya. Kualitas pribadi dan rohani yang dimiliki oleh Elisabet, putrid
seorang imam menjadi pendamping hidupnya. Kualitas pribadi dan rohani yang
dimiliki oleh Elisabet baik, dan Alkitab yang adalah firman Tuhan menyatakan
dia adalah wanita yang saleh. Elisabet bukan hanya sekedar wanita yang
bereputasi baik, tetapi ia juga berasal dari garis keturunan Harun. Di sisi
yang lain, nama Elisabet memiliki arti yang sama dengan nama Istri Harun,
Eliseba, yang artinya “God is her oath” atau “Tuhan adalah nazarnya” (Keluaran
: 6:22). Zakaria memilih istri yang tepat baginya, Elisabet, wanita yang
mengikat hatinya kepada Tuhan.
Kesalehan seorang wanita
merupakan dasar penting untuk membangun hubungan dalam pernikahan yang baik,
terutama jika suaminya adalah seorang imam atau pelayan Tuhan. Kualitas
perjalanan seorang wanita dengan Tuhan menentukan kemampuannya untuk berjalan
dalam keharmonisan dengan pasangan hidupnya. Elisabet merupakan pasangan yang
sepadan bagi Zakaria yang adalah seorang imam, pelayan di Bait Suci.
Dewasa ini, ada perubahan yang
besar di dalam paradigm penatalayanan gereja, dimana pemberdayaan kaum awam
sebagai pelayan di dalam gereja semakin terbuka. Hal ini tidak bertentangan
dengan firman Tuhan, asalkan orang yang dipilih menjadi pelayan Tuhan cakap dan
memenuhi kriteria seperti yang disebutkan Paulus kepada Titus, gembala jemaat
Kreta (Titus 1:6-9). Jika Anda adalah seorang pria yang berstatus sebagai
pelayan Tuhan, berupayalah memenuhi standar firman Tuhan. Jika Anda adalah
seorang wanita yang berperan sebagai pelayan atau pendamping suami dalam
pelayanan, jadilah wanita saleh seperti Elisabet. Jagalah perilaku, tutur kata,
sikap, dan cara berpakaian kita supaya kita tidak menjadi batu sandungan.
Wanita yang saleh akan menjadi surat pujian bagi suaminya. Bukankah kita akan
berbahagia jika banyak orangmengatakan suami kita adalah pria yang
beruntungkarena memiliki karena memiliki istri yang saleh?