Kita sungguh tidak mengerti jalan mana yang akan Tuhan pakai untuk mengangkat hidup seseorang yang senantiasa berseru kepadaNya. Satu hal yang harus tetap kita percaya bahwa Dia tidak pernah meninggalkan atau melupakan mereka yang mengasihiNya.
Masa kecil Ingram diwarnai pelbagai kesusahan, ayahnya yang adalah seorang pendeta meninggal saat ia berusia 13 tahun. Ibu Ingram mengerjakan apa saja untuk menghasilkan uang, namun beban hidup yang sangat berat membuatnya sakit-sakitan, dan 3 tahun kemudian meninggal dunia.
Ingram yang berusia 16 tahun, kini bertanggung jawab atas ketiga orang adiknya yang masih kecil. Di awal kepergian ibunya, banyak anggota gereja yang mengirim makanan untuk mereka, tetapi semakin lama tidak ada lagi yang memperhatikan sementara Ingram belum mendapat pekerjaan. Suatu hari mereka tidak mempunyai makanan lagi, malamnya adik bungsu Ingram yang berusia 4 tahun terbangun dan menangis karena kelaparan. Ingram berusaha mengenyangkannya dengan memberi minum beberapa gelas air. Setelah kenyang adiknya tidur lagi, namun beberapa saat kemudian terbangun lagi dan terus menangis karena kelaparan. Keadaan ini membuat Ingram bingung. Tiba-tiba salah satu adiknya berkata, Kak, berdoa saja untuk dia. Mendengar itu Ingram terdiam, dia tidak tahu harus bagaimana mendoakan masalah itu. Doa Bapa Kami saja Kak, usul adiknya yang lain. Lalu mereka menaikkan Doa Bapa Kami, tetapi ketika sampai pada kalimat, ... Berikanlah kami pada hari ini makanan, keempat anak itu tiba-tiba menangis meraung-raung sampai akhirnya mereka tertidur dalam kepedihan. Paginya Ingram dan adik-adiknya terbangun karena seseorang mengetuk pintu, yang ternyata adalah pendeta mereka. Tadi malam kami mendapat banyak ubi dan ini untuk kalian! Saya juga membawa kabar, mulai pukul delapan nanti Ingram sudah bisa bekerja, kata pendeta yang membawa sekarung ubi itu. Ingram merebus ubi dan setelah itu pergi bekerja. Dua minggu kemudian Ingram mendapat gaji pertamanya, tepat di saat ubi yang mereka miliki habis. Di kemudian hari Ingram Shia menjadi Rektor STT di Taipei. Tuhan selalu hadir dalam segala keadaan, sekalipun dalam keadaan kritis.
Ketika Yeremia dimasukkan ke dalam perigi atau sumur, Tuhan tetap menyertai langkahnya dan memberinya kekuatan untuk bertahan di masa sukar itu (Yer 38). Iman bahwa Tuhan senantiasa menyertainya dalam segala keadaan, membuat Yeremia hidup sebagai nabi yang bertekun dalam penderitaan yang besar, dan hidupnya tetap berkenan di hadapan Tuhan. Penderitaan sering memacu orang untuk berhasil, karena sesungguhnya penderitaan bisa menimbulkan ketekunan; ketekunan menimbulkan tahan uji; dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dalam pengharapan kuasa Tuhan bekerja untuk memulihkan. Percayalah pada Tuhan dengan segenap hati maka Dia akan bertindak mengangkat hidup kita!
sumber : mansor.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar